Biawak Reptil Besar Yang Terancam
Hari ini perhatian saya di curi oleh segerombolan orang yang menghentikan kendaraannya. Ku amati wajah mereka, terlihat seperti ada sesuatu yang menyita seluruh perhatiannya. Sebagian dari mereka ada yang berlarian seperti orang panik. Di kepalaku yang terlintas adalah kecelakaan lalu lintas yang cukup sering terjadi akhir-akhir ini. Tapi tidak, ada yang aneh dengan kejadian ini. Orang –orang yang bergerumun itu melihat ke bawah, tetap di sisi jembatan. Apakah ada mobil atau sepeda motor yang mengalami nasib yang naas sehingga menabrak pembatas jemabtan dan jatuh ke kali ?.
Akhirnya aku menyerah juga, akupun berhenti di ujung jembatan dan mencoba mengikuti perilaku orang-orang yang ramai berdiri di pinggir jembatan. Ah betapa leganya aku, ternyata tidak ada kecelakaan lalu lintas seperti yang tadi aku bayangkan. Sesuatu yang menarik perhatian pengguna jalan itu ternyata adalah seekor reptil bernasib malang. Tepatnya seekor Biawak yang terpojok dan nampak takut karena di sekelilingnya puluhan pasang mata mengawasi seolah-olah hendak memangsanya.
Seekor Biawak itu mengingatkan saya akan peristiwa sekitar sebulan lalu. Tepatnya saat saya melakukan aktifitas favorit saya yaitu browsing, dan main game. Sebagai pecandu internet, tentu memiliki pertimbangan dalam memilih warnet. Kriteria yang paling di perhitungkan adalah kecepatan akses dan tentu saja biaya per jamnya. Singkatnya sejak sekitar seminggu yang lalu ada warnet baru yang menawarkan tarif perjam yang lebih murah dan sudah beberapa hari saya main di sana. Aksesnya lumayan cepat, dan ada paket untuk hari senin sampai dengan hari juma’at yang tentunya lebih hemat. Namun sayangnya warnet itu tidak dilengkapi ginset sehingga di saat-saat sering terjadi pemadaman bergilir seringkali aku harus kecewa karena baru beberapa saat browsing eh, listrik padam !
Seperti biasa sepulang kuliah aku mampir di warnet itu, beberapa jam mengarungi dunia maya tiba-tiba listrik padam. Kali ini mungkin penyebabnya adalah cuaca buruk. Beberapa kali petir dengan kilat menyambar-nyambar membuat suasana menjadi menakutkan. Setelah membayar biaya warnet aku menuruni tangga dan bermaksud pulang namun akhirnya ku tangguhkan karena hujan masih belum benar-benar reda.
Akhirnya bersama beberapa orang yang juga masih berteduh akupun menunggu tepat di depan toko ponsel tepat di lantai bawah warnet yangbaru saja aku datangi. Ada suara-suara teriakan kecil yang cukup mengusik ku, pada awalnya aku tidak begitu memperdulikannya. Teriakan tersebut berasal dari penjaga kios dan beberapa anak yang juga baru saja nge-net. Ada sesuatu yang membuat mereka tampak penasaran. Sepertinya berasal dari kolong tepat di bawah tangga untuk naik kelantai 2 yaitu warnet yang baru saja saya kunjungi. Salah seorang anak mengambil kantong plastik besar, yang lain lagi memegang karung, sedangkan penjaga toko sendiri memegang tongkat yang panjangnya lebih dari 2 meter.
Cukup lama aku perhatikan, namun belum juga terjawab rasa penasaran ku. Apa sebenarnya yang mereka coba tangkap?, aku terus berpikir. Sesekali salah seorang dari mereka menjerit lalu tertawa keras. Setengah jam lebih aku berdiri dan dengan rasa penasaran dan tanda tanya yang tak kunjung terjawab. Kegaduhan yang ditimbulkan penjaga toko dan beberapa orang anak itu semakin menjadi, kini sudah ada puluhan orang yang memiliki rasa penasaran yang sama berdiri dan mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi.
Aku tersentak, beberapa orang dengan reflex melompat dan berlari beberapa meter menjaga jarak yang mereka anggap aman. Terjawab sudah penasaran ku, akibat usikan terus menerus dan beberapa kali dengan cara paksa akhirnya nampaklah seekor biawak yang tidak terlalu besar. Panjangnya hanya sekitar 2,5 meter dan nampak gelisah karena situasi yang ramai. Menurut penjaga toko ponsel , hewan itu masuk ke kolong tangga saat hujan deras beberapa saat lalu tepatnya saat ada halilintar dengan suara keras.
Kemunculan reptil malang itu mengundang respon yang beraneka ragam, ada yang tanpa iba bersuara dengan sedikit memberi perintah mengkap hewan itu dan menjualnya, ada pula yang hanya diam tanpa komentar, mungkin ragu apakah harus kasihan atau membunuhnya saja. Sementara hewan malang itu masih saja diam, hanya matanya yang terlihat takut mencoba mengamati sekelilingnya.
Salah seorang dengan sedikit gugup dan memegang karung, mendekati reptil yang memilki cakar tajam itu. Di lemparnya karung tepat di atasnyam dan dengan gerakan secepat mungkin di pegangnya tubuh reptil yang tentu saja tidak hanya diam karena merasa dirinya terancam. Hanya beberapa detik reptil itu di tangkap, tiba-tiba gerakan liarnya mencoba meraih tangan si penagkap. Merasa tangannya jadi sasaran, refleks penangkap reptil itu melepaskannya. Jeritan penonton menambah keteganggan, reptil itu semakin liar, gerakannya sedikit terhambat karena licinnya lantai toko.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk menjinakan hewan yang sebenarnya tidak terlalu berbahaya ini. Dengan gerakan tiba-tiba, biawak ini sekali lagi berhasil menghindar dari usaha para calon penakluknya, dan tidak itu saja dengan gerakan cepat dia mengarah kearah ku yang sejak tadi hanya diam mengamati gerakannya. Dengan refleks ku injakan kaki sebelah kiri ku tepat dileher biawak yang mencoba kabur hanya beberapa sentimeter dari tempat ku berdiri. Ku pegang lehernya dan pangkal ekornya. Aku tak mengindahkan tepuk tangan orang-orang yang sejak tadi menyaksikan aksi ku yang seolah bak Panji Sang Penakluk. Seseorang menyodorkan tali kepadaku namun tidak aku pedulikan, ada perasaan menyesal yang kurasakan. Pikiranku masih membayangkan nasib reptil tak berdosa yang baru saja kutangkap. Akhirnya ku serahkan reptil itu, aku hanya menatap kosong. Selanjutnya reptil itu sudah terikat tangan dan kakinya, mulutnya di perban dan diletakn di tengah-tengah halaman parkir sebagai tontonan. Tak tega aku melihatnya, kulepaskan perban dimulutnya. Namun aku ragu untuk melepas ikatan tangan dan kakinya.
Setengah jam lebih dia hanya diam tak bergerak, untunglah saat itu masih gerimis, keadaan yang sangat disukai oleh reptil termasuk biawak. Kulihat ikatannya mulai kendor, rupanya pemuda yang mengikatnya tidak cukup berpengalaman dalam mengikat hewan semacam reptil. Pandangan ku tidak ku alihkan, dalam hatiku aku berharap semoga reptil tak berdosa itu bisa bebas kembali ke alamnya. Harapan ku terwujud, perlahan-lahan ikatan tali yang mengekang tanganya lepas, lalu di susul kakinya yang juga berhasil melepaskan diri dari ikatan yang memang tidak cukup kencang.
Ah, lega rasanya hewan itu bisa kembali kealamnya, masih kulihat beberapa anak ekcil mencoba mengejarnya, namun aku bisa pastikan mereka tidak mungkin berani untuk menangkapnya. Terakhir kulihat dia menuju selokan tempat pembuangan air. Kasihan, hewan yang seharusnya berada di alam bebas itu semakin terdesak, kota bukanlah tempat yang nyaman untuknya. Keterbatasan lingkungan kadang membuatnya harus membahayakan diri dengan muncul kepemukiman penduduk.
Nilai jual kulit dan daging yang tinggi membuat spesiesnya semakin terancam
Jika menurut anda artikel ini bermanfaat silahkan share ke teman-teman facebook anda !
Share
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar